Teropong Indonesia, KOTA CIMAHI – Di tengah tantangan bangsa yang kian kompleks, Wakil Wali Kota Cimahi, Adhitia Yudisthira, menyerukan agar Hari Kesaktian Pancasila dipahami bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan pesan kebersamaan yang harus terus dijaga.
Dalam peringatan yang digelar pada Rabu, 1 Oktober 2025, Adhitia menegaskan bahwa Pancasila bukan hanya dasar negara, tetapi jiwa pemersatu yang telah menjaga Indonesia melewati berbagai ujian sejarah.
“Sejarah mencatat bangsa ini pernah diuji dengan berbagai perpecahan. Namun dari gelapnya sejarah, Pancasila berdiriy tegak sebagai cahaya persatuan,” ujarnya.
Menurut Adhitia, perjalanan bangsa tidak pernah steril dari ancaman. Dari konflik politik, pemberontakan ideologi, hingga gelombang globalisasi yang mengguncang tanpa ampun.
Namun, selama api Pancasila tetap menyala, kata dia, rakyat Indonesia akan mampu bertahan menghadapi perubahan zaman.
“Dari Cimahi, mari kita rawat kebersamaan, kita jaga persatuan, dan kita amalkan nilai-nilai Pancasila dalam setiap langkah,” pesannya.
Pernyataan itu menjadi pengingat bahwa sejarah Indonesia penuh perlawanan terhadap perpecahan.
Dari tragedi pengkhianatan G30S hingga polarisasi politik yang berkali-kali menguji fondasi kebangsaan, Pancasila selalu tampil sebagai jembatan, menjadi titik temu di tengah pertarungan kepentingan.
Kini, wajah tantangan bangsa berubah. Disrupsi digital, derasnya arus hoaks, politik identitas, hingga krisis kepercayaan terhadap institusi menjadi persoalan kontemporer.
Menurut banyak kalangan, situasi ini menguji sejauh mana Pancasila masih dihayati masyarakat, bukan sekadar dihafalkan.
Adhitia menekankan, pengamalan Pancasila tidak boleh berhenti pada retorika. Nilai-nilainya harus nyata dalam sikap hidup sehari-hari, kebijakan publik, dan solidaritas sosial yang dibangun dari bawah.
“Karena hanya dengan itu, Indonesia akan terus berdiri kokoh,” tegasnya.
Sebagai kota yang terus berkembang, Cimahi juga menghadapi tantangan khas daerah urban: arus migrasi, ketimpangan sosial, hingga tekanan pembangunan perkotaan. Kondisi ini menurut Adhitia merefleksikan persoalan nasional yang membutuhkan penguatan kembali nilai kebersamaan.
Pesan Adhitia menegaskan bahwa konsolidasi persatuan harus dimulai dari lingkup terkecil keluarga, komunitas, hingga daerah sebelum bergema di panggung nasional.
Hari Kesaktian Pancasila, tegas Adhitia, bukan hanya momen mengenang masa lalu. Ia adalah “alarm kebangsaan” yang mengingatkan publik bahwa persatuan bukanlah tugas yang pernah selesai. Persatuan adalah pekerjaan abadi yang harus terus dirawat lintas generasi.
Dan dari Cimahi, pesan itu kembali digemakan: menjaga kebersamaan, merawat api Pancasila, agar Indonesia tetap kokoh menghadapi gelombang zaman. (Gani Abdul Rahman)





