(Teropong Indonesia)-, Ketubagian integral dari kurikulumbagian integral dari kurikuluma DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani menyoroti peristiwa seorang guru yang menggunduli belasan siswi SMP di Sukodadi, Jawa Timur, sebagai bentuk sanksi atau hukuman anak didiknya tak menggunakan dalaman jilbab atau ciput. Ia menekankan, setiap hukuman bagi pelajar seharusnya bersifat pembinaan yang mendidik, bukan sebuah bentuk intimidasi dari seorang guru kepada murid.
“Kejadian ini mengingatkan kita semua akan pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, penuh penghargaan, dan menghormati hak-hak fundamental setiap individu” tutur Puan kepada Parlementaria melalui rilis yang diterima, di Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu menyayangkan hukuman yang dilakukan guru berinisial EN tersebut kurang bijaksana dan tidak mencerminkan kebajikan. Sebab itu, ungkapnya, aturan yang jelas dan sanksi yang proporsional harus diatur dalam peraturan sekolah. Hal ini penting demi melindungi pelajar dan citra institusi pendidikan.
“Menggunduli rambut siswi sebagai bentuk hukuman bukanlah pendekatan yang baik dan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran atas hak asasi manusia (HAM), khususnya hak-hak bagi anak. Bentuk sanksi atau hukuman kepada siswa seharusnya bersifat membina, bukan intimidasi dan sikap merendahkan yang membuat siswa merasa tertekan,” ucap perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
Lebih lanjut, Puan menilai perlu menerapkan kebijakan sekolah yang jelas terkait dengan hak asasi siswa, termasuk hak untuk berpakaian sesuai keyakinan dan identitas pribadi. Maka dari itu, dirinya berharap adanya evaluasi berkala guna memastikan lingkungan pendidikan menjadi ruang tumbuh dan berkembang dengan penuh rasa aman, hormat, dan merdeka.
Puan Maharani menegaskan pendidikan yang menganut nilai Hak Asasi Manusia / HAM dan hak-hak bagi anak harus menjadi bagian integral dari kurikulum dan pelatihan guru. Dirinya tidak ingin setiap pelanggaran ditanggapi dengan tindakan fisik yang merendahkan martabat manusia.
Oleh karena itu, ia mendukung pendekatan komunikatif yang memfasilitasi pertumbuhan murid. “Guru perlu memiliki pemahaman yang mendalam tentang hak-hak siswa dan bagaimana memastikan bahwa lingkungan belajar tidak hanya menciptakan kualitas pendidikan yang baik, tetapi juga menghormati martabat setiap individu,” tuturnya