TEROPONG INDONESIA-, Dalam rangkaian gelaran 10 Tahun Anti-Corruption Film Festival (ACFFEST), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadakan media briefing bertajuk “Mengawal Keberlanjutan Pemberantasan Korupsi”. Diskusi digelar di Gedung Multifungsi Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) Bandung, pada Selasa (30/4). Hadir sebagai narasumber Pimpinan KPK Alexander Marwata, Dosen Hukum Pidana UNPAR Agustinus Pohan, serta Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Amir Arief.
Dalam paparannya Alex menyampaikan bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia membutuhkan komitmen yang kuat dari para pemimpin dan dukungan penuh dari masyarakat. Alex menegaskan bahwa perbaikan sistem saja tidak cukup. Diperlukan sumber daya manusia yang kompeten untuk menjalankan tata kelola yang baik dan berkelanjutan dalam upaya pemberantasan korupsi.
“Langkah awal dalam pemberantasan korupsi itu dengan memilih pemimpin yang baik, yang mampu menciptakan tata kelola yang baik. Jika kita memilih kepala daerah atau pemimpin yang tidak memiliki komitmen dalam pemberantasan korupsi, segala bentuk pemberantasan korupsi yang ditawarkan itu hanya akan jadi pencitraan saja,” ungkap Alex.
Lebih lanjut, Alex menjelaskan bahwa pemberantasan korupsi merupakan pekerjaan yang kompleks dan membutuhkan kerja sama dari semua pihak. Upaya pemberantasan korupsi tidak hanya menjadi tanggung jawab KPK, tetapi juga seluruh elemen bangsa, termasuk masyarakat sipil, dunia usaha, juga aparat penegak hukum.
Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Amir Arief yang turut hadir dalam Media Briefing, menuturkan hal yang sama. Menurutnya, pemberantasan korupsi butuh kerja sama simultan dengan berbagai pihak. KPK sendiri melakukan berbagai pendekatan dan kerja sama melalui strategi Trisula Pemberantasan Korupsi yang meliputi Sula Pendidikan, Sula Pencegahan, dan Sula Penindakan.
Ketiga sula tersebut dijalankan secara simultan dan terintegrasi satu sama lain dengan berkolaborasi bersama berbagai pemangku kepentingan, yakni Aparat Penegak Hukum, kementerian, lembaga, pemerintah daerah, BUMN/BUMD, dan seluruh elemen masyarakat, serta berbagai lembaga internasional.
“Sula Penindakan untuk memberikan efek jera pada pelaku korupsi, Sula Pencegahan dengan memperbaiki sistem dan menutup celah supaya orang tidak bisa melakukan korupsi, serta Sula Pendidikan dengan cara meningkatkan kesadaran masyarakat akan dampak dan bahaya korupsi,” jelasnya.
Harapannya, strategi Trisula ini akan membantu menyukseskan Visi Indonesia 2045 —yaitu negara dengan PDB terbesar ke-5 (PDB $ 7 triliun dan pendapatan per kapita $ 23.199) dan mengurangi kemiskinan hingga mendekati nol.
Tiga Pendekatan Kampanye KPK
Direktorat Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi sendiri berfokus pada Sula Pendidikan dengan mengajak masyarakat agar lebih paham nilai-nilai antikorupsi, misalnya melalui insersi kurikulum pendidikan antikorupsi di sektor pendidikan hingga menggelar kompetisi film yakni ACFFEST.
“Kita memiliki tiga pendekatan kampanye yang mirip dengan pendekatan marketing, yaitu above the line dengan menggunakan media sebagai sarana kampanye, below the line yang lebih ke person to person, terakhir true the line yang mengkombinasikan kedua pendekatan pertama yakni dengan memproduksi konten digital hingga tatap muka. Hal ini dilakukan karena pekerjaan mendidik itu tidak bisa dilakukan dengan instan dan harus berkelajutan,” jelas Amir.
Di kesempatan yang sama, Agustinus juga Pohan menjelaskan bahwa dalam upaya pemberantasan korupsi saat ini, pemuda memegang peranan penting. Apalagi Indonesia mengalami bonus demografi pada kurun 2030-2040. Artinya, pada kurun waktu tersebut kondisi masyarakat Indonesia akan didominasi oleh usia produktif (15-64 tahun) dibandingkan usia nonproduktif.
“Apa dengan sendirinya Indonesia akan makmur di tengah korupsi yang hebat? Justru dengan adanya kaum muda berintegritas, saya rasa masih ada harapan menuju tahun 2045 yang makmur. Saya lihat sekarang pun banyak wajah muda, konon katanya kita akan mencapai kejayaan, dengan keterlibatan kaum muda lewat bonus demografi,” katanya optimis.
Lebih lanjut, pemberantasan korupsi di Indonesia membutuhkan komitmen dan usaha berkelanjutan dari berbagai pihak, dengan dukungan publik sebagai kekuatan pendorong utama. Edukasi anti-korupsi sejak dini dan partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi kinerja pemerintah menjadi kunci untuk membangun generasi yang berintegritas dan mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi.