Tafsir Perburuhan: Tinjauan Hak Buruh Dalam Al-Quran

Hari ini bangsa kita sedang dirundung berbagai persoalan, termasuk Pemutusan Hubungan Kerja / PHK besar-besaran di berbagai industri. Dalam situasi ekonomi yang sedang tidak stabil, seringkali faktor tenaga kerja atau buruh menjadi pilihan yang paling terdampak. Persoalan buruh sendiri sebenarnya sangat komplek, sebagai penyuplay jasa dalam industri, tetapi asing dalam kemewahan hasil industri. Bagaimana al Quran berbicara mengenai hal ini?

Satu catatan yang sangat mendasar bahwa al-Quran hadir memberi banyak semangat keadilan relasi buruh majikan. Bahkan nafas al-Quran dalam banyak diksinya, sering menggunakan ujaran-ujaran khas relasi perburuhan. Lihat term-term yang di pakai dalam al-Quran seperti ajr-sawab- mizan-hisab dan banyak lainya. Term-term tersebut mengcapture masyarakat Arab yang menjadi pengiring turunnya ayat-ayat al Quran yang banyak berbicara keadilan sosial.

Ayat-ayat al-Quran menjadi instrumen penting dalam peran sertanya membentuk masyarakat tauhidi, yang bebas dari praktik eksploitatif oleh segelintir orang atas orang lain. Pelaku Ekonomi yang hanya mencari keuntungan sendiri sebebar-besarnya dan mengeksploitasi manusia lain, termasuk buruh. Lihat pesan al Quran dalam mengecam para ekonom curang : dalam menakar timbangan (QS al Muthafifin: 1-3),

Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang), (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan, dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi.

Serta para penimbun harta ( al humazah dan at-takatsur). Dalam surat Al-Humazah, Allah SWT mencela orang yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, karena mengira hartanya akan mengekalkannya. Surat ini juga mengancam orang tersebut akan dicampakkan ke dalam Hutamah, yaitu Neraka.

Al-Quran menyebut orang-orang yang zalim dalam relasi ekonomi sebagai pendusta agama (QS al Ma’un), dan al-Quran memberi spirit kepada orang-orang yang dilemahkan secara ekonomi dan kekuasaan ini (mustad’afiin) untuk melawan para penindas (mustakbirin) (QS an-Nisa:45).

Baca Juga :  H. Aun, Tokoh Pemuda Kota Sukabumi Menilai Ayep Zaki - Bobby Maulana Adalah Paslon Paling Peduli Terhadap Pemuda

Allah lebih tahu (daripada kamu) tentang musuh-musuhmu. Cukuplah Allah menjadi pelindung dan cukuplah Allah menjadi penolong (kamu).

Pembelaan al-Quran terhadap hak-hak buruh sangat komprehensif. Al Quran melindungi buruh untuk mendapat upahkerjanya (QS al-Hud:15 dan Fushilat:8). Hak buruh atas upah sesuai nilai kerjanya (QS al Ahqaf: 19),

وَلِكُلٍّ دَرَجٰتٌ مِّمَّا عَمِلُوْاۚ وَلِيُوَفِّيَهُمْ اَعْمَالَهُمْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ ۝١٩

Setiap orang memperoleh tingkatan sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah menyempurnakan balasan amal mereka serta mereka tidak dizalimi.

Hak buruh atas upah sebagai nafkah keluarga (QS al Isra:70), hak buruh bekerja sebatas kemampuanya (HR Bukhori), hak buruh atas waktu istirahat (HR Bukhori), hak buruh atas perlindungan dari tindak kekerasan ( HR Bukhori), hak buruh atas jaminan sosial (QS an Nur:33) dan hak buruh atas masa kerja (QS al Qashah:26).

Istilah buruh (diksi yang dipilih al Quran bukan pekerja) termaktub dalam al Quran QS al Qashash :26, memberikan pesan dan kesan bagaimana al Quran melihat potensi relasi sosial ini. Al Quran mengindahkan relasi ini terbangun dalam kesalingan sebagaimana disebutkan dalam hadist bahwa “buruh adalah saudara kalian, Allah jadikan mereka di bawah kuasa kalian”(HR Bukhori).

Maka, seandainya nilai-nilai di atas benar-benar dipegangi, keadilan ini akan tegak. Sehingga tidak seorang buruh hanya di bayar UMR yang artinya upah minimum yang belum bisa mengcover kebutuhan layaknya sebagai manusia, apalagi di tambah sebagai penopang keluarga, sementara di sisi lain ada pos pekerjaan yang di upah hingga milyaran. Sebuah jurang keadilan yang terlalu dalam menganga dan mencederai rasa keadilan.

Kay layakunu dzulatun bainal aghniya: semestinya buruh mendapat hak-haknya agar harta tidak berputar pada para konglomerat semata.

Baca Juga :  Monitoring POPWILDA Wilayah II Purwakarta, Aris Permono : "Perlu Konsistensi Pembinaan, Cimahi Potensi Juara Umum"

Penulis: Dr. Ny. Hj. Umnia Labibah S.Th.i, M.Si (Pengurus Pusat Bidang Keagamaan Jam’iyyah Perempuan Pengasuh Pesantren dan Muballighoh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *