Religi  

Meneruskan Lima Hasil Ibadah di Bulan Ramadhan Untuk Bekal Sebelas Bulan Kedepan

Oleh: Drs. H. Sukadi, M.I.L.

( Khotib Idul Fitri 1445 Hijriah & Guru Pendidikan Pancasila SMA Negeri 1 Bandung  )

Bulan Ramadhan 1445H telah kita lalui, kini kita memasuki bulan Syawwal, bulan di mana setiap mu’min memulai kehidupan baru setelah menjalani pendidikan selama sebulan penuh. Bulan Syawwal merupakan starting point bagi kita untuk menjalani kehidupan 11 bulan berikutnya dengan nilai-nilai yang telah kita raih di bulan Ramadhan.  Nilai-nilai ini penting kita lanjutkan karena salah satu tujuan ibadah di bulan suci Ramadhan adalah melahirkan manusia-manusia berkarakter yang dapat mewujudkan perilaku positif pada kehidupannya. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa hasil ibadah Ramadhan diukur dari karakter yang ditampilkan pada 11 bulan berikutnya.

Lima Nilai Hasil Ibadah Ramadhan yang Patut Kita Lanjutkan

Meskipun banyak nilai yang diajarkan Allah SWT melalui ibadah di bulan suci Ramadhan, setidak-tidaknya terdapat 5 nilai yang patut kita lanjutkan dengan sungguh-sungguh dalam 11 bulan ke depan sebagai buah dari pendidikan selama bulan suci Ramadhan.                                                                                                                                     

  1. Nilai Ketaatan kepada Allah SWT

Masih hangat dalam ingatan kita, bahwa selama bulan suci Ramadhan, kita benar-benar taat kepada Allah Azza Wa Jalla. Kita tidak berani makan minum atau melakukan aktivitas yang membatalkan shaum setelah dipastikan waktu subuh tiba. Kita pun tidak berani makan minum sebelum datang waktu maghrib. Begitu dikumandangkan azan, kita segera bergegas memenuhi panggilan Allah, diperintahkan melaksanakan shalat sunat tarawih, kita pun melakukannya. Al Quran sebagai pedoman hidup kembali dibaca, dikaji, dan dihidupkan. Bagi kita yang berkecukupan, kita pun dengan riangnya berbagi ta’jil dan berbuka dengan sesama, dan di akhir bulan suci Ramadhan, kita diperintahkan Allah SWT untuk membayar zakat fitri, kita pun ringan melakukannya. Bahkan, bukan hanya sekedar membayar zakat fitri, tetapi kita pun mudah mengeluarkan infak, sedekah, dan berbagi hadiah dengan sesama.  Sungguh, pemandangan akhlak yang amat indah kita rasakan dan kita saksikan di sekitar kita di bulan suci Ramadhan.

Ketaatan yang demikian itu hendaknya kita lanjutkan dan kita tingkatkan di bulan-bulan berikutnya. Sebab, ketaatan kepada Allah harus berjalan sepanjang waktu, tidak hanya di bulan suci Ramadhan. Bulan Ramadhan hanyalah bulan tarbiyyah, bulan pendidikan untuk membangun ketaatan kepada-Nya. Jika kita mampu melanjutkan ketaatan yang telah kita raih di bulan yang mulia  pada bulan-bulan berikutnya, inilah hakikat kemenangan pertama orang yang menjalani Ramadhan. Kemenangan itu ditandai dengan meningkatnya ketaatan kepada Allah SWT. Berkenaan dengan ini Allah SWT berfirman:

وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًا

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

Artinya: Barang siapa bertakwa kepada Allah SWT., maka Allah akan menjadikannya jalan keluar (dari segala masalah) dan mengaruniakan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka (Q.S. At Thalaq: 2 – 3)

Jika di bulan Ramadhan kita mampu melaksanakan shaum selama satu bulan penuh, maka di bulan lain ibadah ini pun hendaknya dapat terwujud dalam bentuk shaum sunat. Demikian pula dengan ibadah qiyamul lail. Jika di bulan Ramadhan, setiap malam kita bisa menjalankan shalat tarawih minimal sebanyak 8 rakaat ditambah 3 rakaat witir, maka di bulan lain hendaknya kebiasan ini tetap dihidupkan. Jika di bulan Ramadhan kita menjadi orang yang suka berbagi dengan sesama, maka di bulan lain pun hendaknya akhlak demikian tetap dijalankan. Apabila di bulan suci Ramadhan kita mampu menjaga lisan dan perbuatan dengan baik, maka di bulan lain pun, sikap demikian hendaknya dipertahankan. Sekali lagi, inilah kemenangan pertama para pejuang Ramadhan, yakni meningkatnya ketaatan kepada Allah SWT.

  1. Nilai Persaudaraan
Baca Juga :  Datuk H. Said Aldi Al Idrus S.E M.M Lantik H. Oleh Soleh S.H Sebagai Ketum DPW BKPRMI Jabar

Di bulan Ramadhan yang mulia, kita dituntut tampil sebagai sosok yang baik kepada sesama. Peka dan peduli kepada perasaan dan penderitaan orang lain. Hal ini terwujud antara lain dalam kebiasaan berbagi ta’jil, berbagi rizki melalui program bakti sosial, dan berbagai bentuk santunan lainnya. Lisan kita dikendalikan agar tidak menyakiti dan menusuk perasaan hati orang lain. Jika pun kita terlanjur melakukannya, kita segera meminta maaf dan bersitighfar kepada Allah. Pada akhir Ramadhan kita membayarkan zakat fitri, infak, dan sedekah untuk mereka yang fakir dan miskin. Semua ini merupakan pendidikan yang dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai persaudaraan. Dengan kepekaan dan kepedulian kepada sesama, kebiasaan menjaga lisan dari menyakiti dan menusuk hati orang lain, serta meminta maaf jika bersalah, dan memberikan maaf bagi yang meminta maaf, persaudaran dengan sesama akan terjalin dengan baik. Ramadhan adalah bulan pelatihan bagi kita untuk menumbuhkembangkan akhlak yang demikian, sehingga nilai-nilai persaudaraan kembali hidup di tengah-tengah kehidupan bersama.

Nilai-nilai ini tentu saja tidak boleh hanya sekedar menjadi hiasan di bulan suci Ramadhan. Nilai persaudaraan harus terus dihidupkan pada 11 bulan berikutnya, sebab keindahan hidup bersama akan terwujud apabila kita semua dapat mewujudkan nilai-nilai persaudaraan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini selaras dengan nilai-nilai yang kita latihkan di bulan Ramadhan. Marilah kita wujudkan nilai-nilai persauadaraan di lingkungan kita sehingga kita dapat mencapai apa yang menjadi filosofi hidup bangsa kita, yakni “hirup sauyunan”, ka cai jadi saleuwi, ka darat jadi salebak, artinya hidup dalam kebersamaan yang kokoh.

Perbedaan paham dan keyakinan dalam menghayati ajaran agama adalah fitrah yang tidak bisa kita nafikan. Perbedaan paham politik dan pilihan dalam pemilihan umum juga hal yang lumrah terjadi. Perbedaan pendapat dalam menyikapi suatu persoalan juga merupakan kodrat Ilahi yang sama-sama harus kita maklumi. Perbedaan-perbedaan itu sengaja Allah SWT ciptakan agar manusia saling mengenal satu sama lain. Namun, perbedaan janganlah dijadikan alasan untuk bercerai-berai.

Hentikan kebiasaan buruk kaum takfiri yang suka membid’ah-bid’ahkan amalan-amalan orang lain dan mengkafir-kafirkan keyakinan dan pemahaman orang lain karena alasan I’tilafiyah. Karena boleh jadi, pemahaman dan penghayatan kita akan keyakinan orang lain itu masih teramat dangkal.

Lebih baik kita mencoba bersikap empati atau mempelajari lebih mendalam terhadap pemahaman dan keyakinan orang lain, jika perbedaan itu adalah seputar I’tilafiyah. Jangan meniru-niru akhlak syetan laknatullah yang meninggikan diri dan kelompoknya dengan merendahkan orang atau kelompok lain.  Jika hal-hal demikian dapat kita wujudkan, maka persaudaraan kita akan semakin kokoh, dan persaudaraan yang kokoh akan membangun kekuatan dalam kehidupan suatu komunitas. Orang Jawa pernah menyampaikan dalam peribahasanya “Crah anggawe bubrah, rukun anggawe sentausa”, artinya jika kita bercerai-berai maka akan menciptakan kehancuran, sebaliknya jika kita bersikap rukun maka terbangunlah kesejahteraan hidup bersama.

Baca Juga :  Buka Festival Anak Sholeh Indonesia, Bupati Tiwi : "Semoga Tercetak Generasi Tangguh"

Allah SWt berfirman dalam Q.S. Al Hujurat ayat 13 seperti berikut ini:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

  1. Nilai Kejujuran

Di bulan suci Ramadhan, kita dilatih untuk berlaku jujur terhadap diri sendiri, jujur terhadap Allah SWT, dan jujur kepada sesama. Kita merasa rugi jika harus berdusta di bulan Ramadhan, karena dusta akan menghancurkan pahala shaum Ramadhan kita. Kejujuran ini dilatihkan selama 1 bulan penuh. Tujuannya adalah agar para pelaku shaum Ramadhan terbiasa dengan kejujuran dan menghindarkan perbuatan dusta.

Nilai-nilai ini hendaknya terus dikembangkan di 11 bulan berikutnya. Sebab, kejujuran sangat penting dalam membangun peradaban suatu masyarakat atau bangsa. Bahkan, dalam membangun pemerintahan, kejujuran menjadi kata kunci utama untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam pemerintahan yang jujur, kesejahteraan rakyat akan mudah kita raih. Sebaliknya, dalam pemerintahan yang korup, sulit kita berharap kesejahteraan hidup.

Kejujuran tidak hanya harus diwujudkan oleh pemerintah saja, tetapi juga oleh rakyatnya. Jangan sampai kita menjadi manusia-manusia yang hanya pandai menuntut kejujuran pemerintah kita, sementara kita sendiri jika diamanahi suatu amanah berlaku korup alias tidak jujur.  Dewasa ini, banyak orang yang menuntut kejujuran dari pihak lain, sementara dirinya sendiri tidak bisa berlaku jujur. Nah, ibadah Ramadhan hendaknya menjadi media pelatihan bagi kita untuk meneruskan nilai-nilai kejujuran dalam kehidupan sehari-hari. In syaa Allah, jika dalam suatu masyarakat semua berlaku jujur, maka masyarakat itu akan maju dan sejahtera. Pembangunan akan mudah dilaksanakan, keadilan dapat ditegakkan, kehidupan bersama terasa rukun dan saling percaya satu sama lain. Dalam kaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, kita akan mudah mempersatukan perbedaan jika kita berlaku jujur.

 Nabi SAW bersabda berkenaan dengan kejujuran ini seperti berikut:

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

Artinya: “Wajib atas kalian senantiasa berlaku jujur, karena kejujuran akan mengantarkan pada kebaikan dan kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur.” (HR. Bukhari-Muslim)

  1. Nilai Tanggung Jawab
Baca Juga :  4 Pengingat untuk Tingkatkan Ibadah dan Tinggalkan Maksiat

Ramadhan telah melatih manusia untuk bertanggung jawab terhadap diri sendiri, bertanggung jawab terhadap sesama, bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup,  dan bertanggung jawab terhadap Allah SWT. Berbagai ritual keagamaan yang kita lakukan tentu disertai dengan rasa tanggung jawab. Shaum misalnya. Kita dituntut bertanggung jawab dalam menjalani ibadah shaum. Jika tidak bertanggung jawab dalam menjaga rukun, wajib, dan sunatnya shaum, tentu ibadah shaum kita tidak akan meninggalkan bekas akhlak terpuji. Demikian pula dalam menjalankan ibadah-ibadah wajib dan sunat lainnya. Tuntutan tanggung jawab merupakan syarat mutlak berkualitasnya pelaksanaan ibadah.

Nilai-nilai ini harus diwujudkan dalam 11 bulan berikutnya. Kita memiliki tugas pokok dan fungsi dalam kedudukan kita sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat, bangsa dan negara. Dalam setiap peran dan fungsi yang kita emban melekat tanggung jawab masing-masing. Semua wajib dilakukan dengan penuh kesungguhan (ihtisab). Dengan rasa tanggung jawab ini, kita dapat melahirkan kualitas amalan, kualitas hidup dan kehidupan kita.

  1. Nilai Kerelaan Berkorban

Ramadhan telah melatih kita untuk memiliki sikap rela berkorban. Kita rela berlapar-lapar dan menahan haus serta semua kenikmatan demi ketaatan kepada Allah SWT. Kerelaan berkorban itu dilakukan selama satu bulan penuh, siang dan malam. Semua dimaksudkan agar sikap dan watak rela berkorban menjadi bagian dari kehidupan kita. Di siang hari kita rela mengorbankan kenikmatan makan, minum, hubungan suami isteri, dan kenikmatan-kenikmatan lain. Demikian pula di malam hari, kita rela berkorban untuk menghidupkan malam dengan memperbanyak ibadah shalat, membaca Al Quran, berzikir, dan memohon ampunan Allah SWT. Pada sepuluh malam terakhir kita pun rela mengurangi kuantitas tidur kita untuk beri’tikaf di masjid beribadah menyambut datangnya lalatul qodar. Pada penghujung bulan Ramadhan kita pun diperintahkan untuk mengorbankan sebagian harta kita untuk membayar zakat fitri dan pembayaran sunat lainnya: infak dan sedekah.

Sikap dan watak rela berkorban ini penting sekali dalam pelaksanaan kehidupan kita sehari-hari, baik untuk kemajuan keluarga, masyarakat, bangsa, negara, dan agama. Tanpa ada sikap dan watak rela berkorban dari warga negara dan warga masyarakat mustahil kehidupan bersama akan berjalan dengan baik. Pembangunan sulit diwujudkan tanpa adanya kerelaan berkorban dari segenap warga masyarakat. Oleh sebab itu, sikap dan watak rela berkorban, sebagai buah ibadah Ramadhan haruslah diwujudkan dalam kehidupan nyata ke depan. Lingkungan kita membutuhkan dharma bakti kita semua. Pembangunan fisiknya, ruhaninya, sosial ekonominya, kepemudaannya, semua perlu penanganan kita. Hanya orang-orang yang rela berkorban saja yang akan dapat berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat.

Ramadhan hanyalah sebagai media untuk melatih karakter positif kita. Adapun realisasinya adalah pada 11 bulan ke depan. Orang-orang yang berhasil meraih kemenangan sebagai buah dari Ramadhan adalah mereka yang mampu mewujudkan hasil pendidikan nilai di bulan Ramadhan pada bulan-bulan berikutnya. Mereka yang diterima ibadah Ramadhannya oleh Allah SWT adalah mereka yang bertakwa, yakni mereka yang mampu mewujudkan nilai-nilai ketaatan kepada Allah SWT pada 11 bulan berikutnya. Wallaahu a’lam bish shawab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *