Teropong Indonesia (Kota Bandung)-, HIMA RMIK Politeknik Piksi Ghanesha menyelenggarakan webinar mengenai “OPTIMALISASI PELAKSANAAN REKAM MEDIS ELEKTRONIK DALAM MENGHADAPI TANTANGAN ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN”. Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan rutin setiap bulan yang selalu diselenggarakan di perguran tinggi Politeknik Piksi Ganesha.
Ketua Hima RMIK, Ghasany Wage Sonara memberikan informasi mengenai webinar ini bahwa semua anggota hima harus berpartisipasi dalam kepanitiaan. Ketua Hima
RMIK mempercayai Dhea Nurul Wafa sebagai Ketua Pelaksana dari webinar ini. Dhea Nurul Wafa menunjuk beberapa panitia agar dapat membantu berjalanya acara tersebut dengan semangat dan mempunyai target peserta dari jurusan RMIK atau Umum agar lebih tahu dan lebih paham lagi mengenai “OPTIMALISASI PELAKSANAAN REKAM MEDIS ELEKTRONIK DALAM MENGHADAPI TANTANGAN ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN“ yang berlangsung di hari Kamis, 20 Juli 2023.
“Alhamdulillah webinar ini dihadiri oleh para narasumber yang sangat berkompeten dan berpengalaman dalam karir di bidang Rekam Medis, yaitu ibu Maya Ayu Riestiyowati, S.S., M.K.M dan ibu Desy Widyaningrum., S.Tr.Keb. MH. Kegiatan ini juga dihadiri oleh Bapak Direktur Politeknik Piksi Ganesha, sekaligus Presiden Academic Internasional Consortium of Indonesia atau AIC Indonesia, Presiden Direktur Konsorium Piksi Ganesha juga selaku Ketua Umum PPT ARSI Dr. H. K Prihartono AH, DRS., S.SOS., S.KOM., M.M., MOS., CMA., MPM,”ucapnya kepada koran Sinar Pagi setelah selesai webinar
Pada kesempatan tersebut, beliau juga memberi sambutan kepada semua peserta yang hadir dalam acara itu. Webinar “OPTIMALISASI PELAKSANAAN REKAM MEDIS ELEKTRONIK DALAM MENGHADAPI TANTANGAN ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN” di hadiri oleh 336 peserta yang tidak hanya berasal dari mahasiswa Politeknik Piksi Ganesha, tetapi juga dari beberapa alumni dan berbagai mahasiswa dari kampus lain. Para peserta sangat antusias mengikuti rangkaian acara dari awal sampai akhir.
Maya Ayu Riestiyowati, S.S., M.K.M selaku narasumber pertama memberikan materi secara umum mengenai ”Pelaksanaan Rekam Medis Elektronik”. Dapat disimpulkan bahwa Rekam Medis Elektronik diatur oleh permenkes 24 tahun 2022. Berbagai hal yang mempengaruhi pemindahan Rekam medis manual menjadi Rekam Medis Elektronik salah satunya membutuhkan biaya yang lebih mahal. Karena penggunaan kertas yang berlebihan menjadikan kurangnya efektivitas pemberkasan. Selain itu resiko kehilangan dokumen sangat besar.
Sedangkan penggunaan Rekam Medis elektronik bisa dikatakan lebih efektif, karena RME sudah terintegrasi dengan setiap tenaga kesehatan. Serta penyimpanan yang efektif juga dari segi keamanan pun tidak sembarang orang berhak mengakses apabila tidak memiliki hak akses.
Narasumber kedua Desy Widyaningrum., S.Tr.Keb. MH memberikan materi mengenai “Keterkaitan RME dengan Etika dan Hukum Kesehatan”. Dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa tantangan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan RME. Tantangan yang seing muncul yaitu kebocoran data, serangan saiber, kurangnya komputer
dan gangguan server. Untuk mengatasi tantangan- tantangan tersebut dibutuhkan perencanaan kerjasama dan eksekusi yang baik.
Berdasarkan pemaparan pemateri diatas ada beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peserta kepada pemateri.
Ria Kholis Ramdani bertanya. Apakah prospek kerja rekam medis tahun 2026 keatas masih luas?…
“Adanya IT atau perkembangan sistem informasi yaitu dengan adanya RME tidak menggantikan kita sebagai nakes atau pmik tentunya. Karena pengisian atau editing data pada RME, sistem tidak bisa memutuskan tapi yang memutuskan adalah pengguna yaitu petugas PMIK atau nakes. Walaupun ada decision support, dalam proses audit dan autentifikasi dilakukan oleh nakes. Perpindahan RM dari manual menuju elektronik juga tidak mungkin tanpa adanya SDM. Maka yang berubah disini bukanlah pengguna melainkan sistemnya, malahan dengan adanya RME lebih mempermudah SDM dalam menjalankan tugas khususnya pada penyimpanna dan keefisienan waktu. Jadi, kesempatan prospek kerja PMIK insyaallah kedepannya masih luas selama kompetensi dan skill terus terupgrade sehingga SDM tidak terus menerus tergantikan oleh sistem,”jelasnya narasumber kepada penanya.
Selanjutnya dari Nana yang bertanya terkait antisipasi keamanan terhadap penggunaan RME, apakah pernah terjadi kebocoran sistem?… Jika terjadi, bagaimana menghadapi complain dan klaim di RS? Karena ini terkait dengan mutu RS.
“Saat ini, RME masih bertahap dan belum merata dan mungkin belum ada kejadian kebocoran, karena cyber-Securitynya masih ditingkat tingkatkan. Tetapi jika kemungkinan terjadi kebocoran, maka perlu adanya peningkatan cyber-Security. Contohnya antara lain dapat diterapkannya:
a. Peningkatan username dan password dengan menggunakan kombinasi numbering, abjad atau karakteristik tertentu yang sudah ada SKnya atau sudah diatur oleh direktur, agar tidak mudah terkena kebocoran sistem.
b. Mengatur username pengedit, penginput dan orang yang melihat saja inipun perlu adanya SK
c. Sebagai antisipati dilakukan pergantian username dan password secara berkala
Ada juga pertanyaan dari Muhammad Danim, Apakah ada batasan waktu keaktifan RME jika pasien sudah tidak lagi berobat dan apakah akan terhapus secara otomatis?…
“Penyimpaan RME batas maksimalnya 25 tahun, sehingga jika pasien sudah tidak berobat lagi pada batas 25 tahun itu datanya tidak akan terhapus. Tetapi ada aturan juga alangkah baiknya RM disimpan selama-lamanya. Contoh pada RM manual penyimpanan RM maksimal 5 tahun jika ternyata fillingnya penuh harus dimusnahkan. Tapi misalnya pada suatu RS ibu&anak fillingnya tidak penuh maka berkas tersebut boleh tetap disimpan selamanya. Karena sejatinya RM itu harus terintegrasi dan ada selamanya dan ini berpengaruh juga pada RME. Apalagi pada RME selama 25 tahun, atau jika adanya cloud sistem yaitu tempat penyimpanan yang sangat besar sehingga data RM dapat tersimpan selamanya,”jelasnya
Sedangkan Nur Aini Rabani mempertanyakan Apa saja tantangan yang sering terjadi di RS terkait dengan pelaksanaan RME?
“Tantangan yang paling berasa adalah pada SDMnya. Karena yang terjun langsung adalah pengguna atau nakes dimana tidak semua orang terbiasa dengan komputer misalnya karakteristik yang usianya lebih senior yang lebih terbiasa menulis. Jadi, tantangan ini sangat berdampak pada pengguna karena mereka yang berhubungan langsung dengan perubahan sistemnya, yang terbiasa menginput manual harus bisa beradaptasi dan berhadapan degan digital,”jawanya.
Pada momen tersebut juga, Salman Hilmi bertanya tentang cara penerapan dan pelaksanaan RME ini, apakah akan diajarkan di perkuliahan?
“Kurikulum sudah di update dari APTIRMIKI menjadi lebih banyak point-point mengenai RME dan diproseskan kedepannya akan diterapkan di institusi pendidikan. Karena RME ini sistem yang akan digunakan kedepannya bahkan diwajibkan untuk seluruh RS, sehingga kurikulum sangat perlu memberikan pengenalan agar setelah lulus harapannya semua lulusan terjun langsung ke RS atau fasyankes sehingga diperlukan pengenalan di lingkup kuliah,”ucapnya
Cece Hilmi sebagai peserta bertanya tentang RM yang masih hibryd, masih terkendala menuju paper less atau pasien lama. Sementara sarana dan prasarana belum memadai contohnya untuk scanbar, observasi, pasien intensif, apakah ada saran atau kebijakan yang harus diajukan kepada pimpinan fasyankes agar ada solusi dilapangan?
“Ini pasti dihadapi oleh nakes yang bekerja di RS dimana sarana dan prasaranaanya kurang memadai. Karena pengintegrasian atau penerapan RME ini secara berkala. Sehingga nanti diajukannya juga secara berkala. Jadi untuk pasien lama penggunaan papernya masih harus dipergunakan karena penerapan RME pun masih secara berkala. Jadi keduanya masih harus berjalan beriringan,”katanya
Egi Muhammad ikut bertanya kepada narasumber. Bagaimana jika salah satu RS masih terkendala perihal listrik yang masih sering mati dan lain lain, apakah itu akan menghambat sistem kerja RME dan menghambat pelayanan di RS?…
“Ini termasuk ke dalam salah satu tantangan dalam penerapan RME, karena elektronik tidak terlepas dengan penggunaan listrik. Maka disini pentingnya regulasi atau kebijakan yg diatur oleh fasyankes dimana jika ini terjadi sudah harus ada penanganan dan antisipasinya. Ini juga berhubungan dengan infrastruktur misalnya harus ada pengadaan genset atau mungkin antisipasi dengan menulis secara manual terlebih dahulu lalu nantinya diinput secara elektronik,”ungkapnya
Dwi Prasetya sempat bertanya Bagaimana RME dapat diintegrasikan dengan teknologi terbaru kecerdasan buatan dan machine e-learning untuk meningkatkan perawatan pasien?…
“Sebagai PMIK salah satunya ikut serta dalam merancang desain RME itu sendiri tapi juga tidak terlepas dari tim IT pengembangannya. Disini bisa disampaikan apa saja keinginan dalam desain RMEnya. Misal diadakannya artificial intelligence contohnya ketika pendiagnosaan oleh dokter diisikan beberapa gejala lalu komputer atau logika pemograman akan memberitahu terkait penyakit yang cocok dengan diagnosa gejala-gejala tersebut. Ketika dokter sudah menginputkan seperti itu, sistem itu sudah tahu atau logika pemrograman ketika kriteria seperti itu sudah disebutkan di komputer maka sistem akan memberikan keputusan dan memberitahu bahwa ciri dari gejala itu misalnya adalah penyakit sepsis. Tapi kembali lagi ke dokternya ketika ternyata penyakit tersebut bukan sepsis, tetap tegakan apa yang dikatakan oleh dokter. Tapi sistem akan mendeteksi seperti itu, seperti pada pembelajaran misalnya pada my SQL tentang pemograman. Jadi, saat pembuatan desain RME harus didiskusikan. Tim IT pengembangan harus duduk (bekerja sama) dengan para PMIK, dokter dan perawat,”jelasnya
David Ginarsah sebagai peserta ingin mengetahui lebih juah tentang RME. Bagaimana dampak yg terjadi pada saat gangguan sistem jaringan dalam penyelenggaraan RME?…
“Ini masuk ke sebuah tantangan dan hambatan penerapan RME, sudah harus ada regulasi atau kebijakan dari sistem internal fasyankes tersebut. Karena pelaksanaan dan penanggulanganya harus sesuai dengan bagaimana regulasi di suatu RS. Penanganan ini harusnya sudah diatur sehingga kita dapat melakukan pelaksanaannya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan,”ungkapnya.
Dan pertanyaan terakhir dari Fais Fadilah. Apakah dalam RME memiliki payung hukum yang jelas? khususnya berkaitan dengan penjaminan agar data yang tersimpan terlindungi terhadap unsur privasi?…
“Payung hukumnya pasti ada, karena setiap kebijakan ada regulasi. Tidak mungkin adanya kebijakan namun tidak ada payung hukum, apalagi negara kita adalah negara hukum. Disini payung hukumnya sudah diatur dalam Undang-Undang no 27 tahun 2022
tentang perlindungan data orang perorangan. Kemudian, diatur juga pada PMK no 24 tahun 2022 tentang Rekam Medis,”jawabnya narasumber kepada Fais Fadilah.