Ragam  

Kilas Balik Perjalanan Cimahi, Dari Pos Penjagaan Hingga Kota Otonom

Teropong Indonesia, KOTA CIMAHI – Sejarah Kota Cimahi terukir dari sebuah pos penjagaan sederhana di masa kolonial hingga menjadi kota otonom yang mandiri seperti saat ini.

Perjalanan panjang ini mencerminkan perkembangan yang dinamis, didukung oleh kemajuan infrastruktur dan pertumbuhan penduduk yang pesat.

Kisah Cimahi dimulai pada tahun 1811, ketika Gubernur Jenderal Willem Daendels membangun jalan Anyer–Panarukan.

Sebuah pos penjagaan (LoJi) didirikan di area yang kini menjadi Alun-alun Cimahi, menandai awal mula keberadaan Cimahi.

Perkembangan berlanjut pada periode 1874-1893 dengan pembangunan jalur kereta api Bandung–Cianjur dan Stasiun Kereta Api Cimahi, yang semakin menghubungkan wilayah ini dengan daerah lain.

Tahun 1886 menjadi tonggak penting bagi identitas Cimahi.

Pembangunan pusat pendidikan militer dan fasilitas pendukungnya, seperti Rumah Sakit Dustira dan rumah tahanan militer, dimulai.

Sejak saat itu, Cimahi dikenal sebagai kota garnisun militer, sebuah julukan yang melekat hingga kini.

Seiring berjalannya waktu, Cimahi mengalami beberapa kali perubahan status administratif.

Pada tahun 1935, Cimahi ditetapkan sebagai kecamatan.

Setelah kemerdekaan, pada tahun 1962, Cimahi ditingkatkan menjadi kewedanaan yang membawahi empat kecamatan yaitu Cimahi, Padalarang, Batujajar, dan Cipatat.

Langkah signifikan terjadi pada tahun 1975, ketika Cimahi ditetapkan sebagai kota administratif melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 1975.

Peresmiannya pada 29 Januari 1976 menjadikan Cimahi sebagai kota administratif pertama di Jawa Barat dan ketiga di Indonesia.

Status ini memberikan wewenang lebih besar dalam mengelola pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat, meskipun masih berada di bawah Kabupaten Bandung.

Pada masa ini, Cimahi berkembang pesat. Populasi melonjak dari 290.202 jiwa pada tahun 1990 menjadi 352.005 jiwa pada tahun 2000.

Peningkatan jumlah penduduk ini menuntut penyelenggaraan pemerintahan yang lebih efektif dan terarah, yang akhirnya memicu dorongan untuk menjadi daerah otonom.

Puncaknya, pada 21 Juni 2001, Cimahi resmi menyandang status sebagai kota otonom, lepas dari Kabupaten Bandung, berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2001.

Dengan status baru ini, Cimahi mendapatkan kewenangan penuh untuk mengelola rumah tangganya sendiri, mencakup berbagai bidang pemerintahan, seperti pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan, dan lingkungan hidup.

Perjalanan Cimahi dari pos penjagaan kolonial hingga menjadi kota otonom adalah kisah tentang evolusi dan adaptasi.

Identitasnya sebagai kota militer berpadu dengan perkembangan modern, menciptakan sebuah kota yang kaya akan sejarah sekaligus berorientasi pada masa depan. (Gani Abdul Rahman)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *