Teropong Indonesia, KOTA CIMAHI – Saat melintasi Kota Cimahi, kita akan disuguhi pemandangan berbeda dari kota-kota lain.
Di tengah hiruk pikuk perkotaan, bangunan-bangunan tua bergaya arsitektur kolonial berdiri kokoh, seakan membisikkan kisah masa lalu.
Bukan tanpa sebab, sejak era Hindia Belanda, Cimahi telah dipersiapkan menjadi kota garnisun militer, sebuah sejarah yang kini menjadi kebanggaan dan daya tarik utama bagi warganya.
Di Cimahi, sejarah kemiliteran bukan hanya catatan usang dalam buku, melainkan sebuah narasi yang hidup dalam setiap sudut kota.
Banyak situs heritage yang terawat dengan baik, mengisahkan peran penting Cimahi dalam kancah militer Indonesia.
Inilah yang membuat Cimahi memiliki identitas kuat dan berbeda, sekaligus menjadi keunggulan yang tidak dimiliki wilayah lain.
Siapapun yang ingin menelusuri jejak sejarah militer di Indonesia, sudah pasti akan menemukannya di Kota Cimahi.
Warisan budaya di Cimahi tak hanya terbatas pada bangunan fisik.
Ia juga menjelma dalam bentuk non-fisik yang kaya, seperti budaya, cerita rakyat, tradisi, adat, dan bahasa daerah.
Tak hanya itu, potensi wisata militer yang menarik juga dapat dikembangkan di pusdik-pusdik yang ada di Cimahi, membuka pintu bagi pengalaman edukatif yang unik.
Meskipun Cimahi minim destinasi pariwisata alam atau buatan, kota ini sesungguhnya menyimpan banyak sekali cagar budaya.
Bangunan-bangunan tua bersejarah peninggalan pemerintah Hindia Belanda sekitar tahun 1886 menjadi saksi bisu perjalanan waktu.
Hingga kini, bangunan-bangunan itu masih difungsikan dan berdiri megah, seperti Rumah Sakit Dustira (1886), The Historich (1887), Stasiun Kereta Api Tjimahi (1886), dan Gereja Santo Ignatius.
Kekhasan arsitektur kolonialnya memberikan nuansa tersendiri bagi kota ini.
Salah satu jejak sejarah paling mencolok di Cimahi adalah kompleks pemakaman Belanda yang dikenal sebagai “Kerkhof” atau Ereveld Leuwigajah.
Ereveld ini merupakan satu dari tujuh ereveld yang tersebar di Pulau Jawa, dan bisa dibilang yang paling luas dan banyak jenazahnya.
Berdiri sejak 20 Desember 1949 di atas lahan seluas tiga hektare, Ereveld Leuwigajah menjadi peristirahatan terakhir bagi sekitar 5.200 jenazah dengan 5.000 nisan.
Ada satu hal unik yang menyelimuti pemakaman ini. Meskipun berada di teritori Indonesia, pengelolaannya berada di bawah Yayasan Oorlogsgravenstichting, sebuah yayasan yang berbasis di Den Haag, Belanda.
Tak heran jika semua keterangan yang tertulis di kompleks ini menggunakan bahasa Belanda.
Bahkan, di momen-momen peringatan tertentu, bendera Belanda berkibar di atas tiang megah yang berada di ujung makam.
Selain situs-situs militer, Cimahi juga memiliki Kampung Adat Budaya Cireundeu.
Potensi ini melengkapi khazanah heritage kota, yang dapat dirajut menjadi satu paket wisata yang menarik, yaitu “Cimahi Heritage Tourism”.
Peninggalan-peninggalan sejarah ini tidak hanya memiliki nilai historis, tetapi juga menyimpan potensi besar untuk dikembangkan sebagai objek wisata edukasi.
Pemerintah Kota Cimahi pun menunjukkan komitmennya dalam melestarikan warisan ini. Beberapa langkah konkret telah diambil, antara lain :
• Penetapan Cagar Budaya: Penetapan cagar budaya pada bangunan Lembaga Pemasyarakatan Militer II Cimahi (Penjara Poncol) dan Rumah Sakit Dustira telah dilakukan.
Langkah ini membuka jalan bagi destinasi wisata sejarah berskala nasional, bahkan internasional, sejalan dengan visi Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Provinsi (RIPPArprov) Jawa Barat.
• Peraturan Daerah Cagar Budaya: Bersama DPRD Kota Cimahi, pemerintah sedang merancang peraturan daerah (perda) tentang cagar budaya.
Perda ini penting untuk melindungi bangunan bersejarah dari ancaman pembangunan fisik.
Tujuannya adalah menciptakan keseimbangan antara kepentingan akademis, ideologis, dan ekonomis dalam upaya pelestarian.
Karakter kawasan dan bangunan cagar budaya di Cimahi memang tidak sedikit.
Dari Pusdik-Pusdik TNI-AD, Rumah Sakit Dustira, Penjara Militer Poncol, hingga Kawasan Pemakaman Santyong dan Ereveld Leuwigajah, semuanya menyimpan cerita yang tak ternilai harganya.
Melalui langkah-langkah pelestarian ini, Cimahi tak hanya menjaga sejarahnya, tetapi juga membuka lembaran baru sebagai destinasi wisata warisan militer yang memukau. (Gani Abdul Rahman)