Religi  

Gulusuda Prinsip Orang Jawa Memuliakan Tamu Dalam Pandangan Islam

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda :
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya”[HR Muslim]

Di momen hari idul fitri, sanak saudara saling berkunjung ke rumah satu sama lainnya. Momen ini merupakan momen yang tepat karena sebagian besar orang sama-sama libur dan cuti hari raya, sehingga memiliki banyak waktu untuk saling silaturahmi. Tidak seperti hari-hari biasa yang mereka sibuk berada di luar rumah untuk urusan pekerjaan, belajar ataupun urusan lainnya.

Sebagai tuan rumah, atau shohibul bayt maka kita dituntut agar menjadi tuan rumah yang baik karena memuliakan tamu merupakan cerminan kemuliaan dan keimanan seseorang sebagaimana hadits utama di atas. Ada prinsip orang jawa yang familier dalam menemui tamu yang dikenal dengan istilah “Gupuh (menyegerakan), lungguh (mempersilahakan duduk), suguh (memberikan suguhan) dawuh (berkata-kata baik)” yang saya singkat dengan istilah Gulusuda. Hal ini merupakan prinsip yang baik dan sesuai dengan ajaran Islam dalam menghormat tamu.

Gupuh atau menyegerakan diri untuk melayani tamu dengan “Lungguh” atau mempersilahkan masuk rumah dan duduk lalu “Suguh” atau memberikan suguhan dan “Dawuh” mempersilahkan tamu untuk menikmari suguhan. Hatim Al-‘Asham berkata:
اَلْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ إِلَّا فِي خَمْسَةٍ فَإِنَّهَا مِنْ سُنَّةِ رَسُوْلِ الله صلى الله عليه وسلم
“Tergesa-gesa adalah berasal dari setan, kecuali dalam lima perkara, Maka itu termasuk sunnah Nabi SAW”. yaitu; (1) “Ith’amud Dlayf” (Menyuguhkan makanan kepada tamu) (2) Mengurus jenazah (3) Menikahkan gadis, (4) Melunasi hutang, dan (5) bertaubat dari dosa. [Ihya Ulumuddin]

Dalam Al-Qur’an diceritakan bagaimana Nabi Ibrahim menyegerakan diri dalam melayani tamu. Allah SWT berfirman : “Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (yaitu malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: “Salam”. Ibrahim menjawab: “Salam (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal”.
فَرَاغَ إِلَى أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِينٍ . فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلَا تَأْكُلُونَ
“Lalu Ibrahim pergi dengan cepat menemui istrinya, kemudian datang dengan membawa (daging) anak sapi yang gemuk (terbaik). Lalu dihidangkannya kepada tamu-tamu tersebut. Ibrahim lalu berkata: “Silahkan anda makan”. [QS ad-Dzariyat: 24 – 27]
Lafadz “Fa-Ragha” di dalam tafsir diartikan sebagai “Insalla Khufyatan fi sur’atin” pergi secara diam-diam dengan cepat. [Tafsir Ibnu Katsir] Ia pergi menemui istrinya untuk menyiapkan makanan dengan cepat dan diam-diam supaya tidak menggaggu perasaan para tamu. Apa yang dilakukan Nabi Ibrahim di sini adalah sebagai wujud Gupuh – Lungguh – Suguh – Dawuh.

Baca Juga :  Hikmah Syariat dan Manfaat Fisik di Balik Anjuran Sunnah Puasa Senin dan Kamis

Ibnu Katsir berkata : Dari ayat ini terdapat beberapa tata krama menerima tamu yaitu (1) “Ragha Ila Ahlihi” menyuguhkan hidangan dengan cepat tanpa memberi tahukan kepada tamu mengenai persiapan hidangan tersebut sehingga tidak memberatkan hati para tamu. Nabi Ibrahim tidak berkata kepada tamu : maukah aku siapkan makanan untukmu? (2) “Ijlin Samin ay Min Khiyari Malihi” memberikan suguhan makanan yang terbaik. (3) “Qarrabahu” Meyuguhkan makanan dengan mendekatkan makanan kepada tetamu. (4) “Ala Ta’kulun” Mempersilahkan tamu untuk mencicipi hidangan dengan perkataan yang baik seperti “Monggo” (dalam bahasa jawa yang artinya mari, silahkan). [Tafsir Ibni Katsir]

Maka di momen kedatangan tamu seperti hari raya ini sebaiknya jajanan dan hidangan telah disiapkan diatas meja supaya dengan mudah dan cepat kita menghidangkannya. Bahkan menyiapkan makanan untuk tamu memiliki keutamaan tersendiri sebagaimana Rasul SAW bersabda :
إِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَا تَزَالُ تُصَلِّي عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَتْ مَائِدَتُهُ مَوْضُوعَةً
Sesungguhnya para malaikat mendoakan salah seorang di antara kalian selama suguhan tamunya ditata (siap sedia). [HR Thabrani]

Dengan teladan menjamu tamu sebagaimana diatas maka Nabi Ibrahim mendapatkan gelar yang mulia. Diriwayatkan dari Ikrimah, ia berkata :
كاَنَ إِبْرَاهِيْمُ يُكْنَى أَبَا الضِّيْفَانِ وَكَانَ لِقَصْرِهِ أَرْبَعَةُ أَبْوَابٍ لِكَيْلَا يَفُوْتَهُ أَحَدٌ
Nabi Ibrahim AS digelari sebagai “Abud-Dlifan” (Bapaknya para tamu). Rumahnya memiliki 4 pintu untuk memudahkan para tamu yang hendak masuk kerumahnya sehingga tidak seorangpun terhalang dari pintu rumahnya. [Syu’abul Iman]
Selaku tuan rumah janganlah merasa berat dalam menjamu tamu sebab pada hakikatnya tamu itu tidak merugikan bahkan sebaliknya, aia akan mendatangkan manfaat untuk tuan rumah. Di dalam hadits disebutkan :
إِذَا دَخَلَ الضَّيْفُ عَلَى الْقَوْمِ دَخَلَ بِرِزِقْهِ، وَإِذَا خَرَجَ خَرَجَ بِمَغْفِرَةِ ذُنُوْبِهِمْ
Jika tamu masuk ke dalam satu rumah kaum maka ia masuk rumah dengan rizikinya sendiri dan tatkala keluar maka ia keluar dengan mendatangkan maghfirah (ampunan) dari dosa-dosa kaum tersebut (pemilik rumah). [Faidlul Qadir]

Baca Juga :  Niat Baik, Hasil Baik, McDonald’s Indonesia Berbagi Kebahagiaan, Makan Bersama Santri

Al-Munawi berkata : Maksudnya “tamu masuk rumah dengan membawa riziki” adalah Allah akan memberi keberkahan kepada pemilik rumah sebab menerima tamu tersebut dan Allah akan mengganti biaya yang dikeluarkan untuk suguhan tamu bahkan melebihkannya. Dan bersamaan dengan keluarnya tamu maka Allah mengampuni dosa-dosa pemilik rumah sebagai bentuk balasan dari Allah atas perbuatannya memuliakan tamunya. [At-Taysir Bisyarhil Jami’ As-Shagir]

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk selalu memuliakan tamu dengan senang hati dan mengharap imbalan keberkahan dari Allah SWT.

Penulis: Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *